Menutup aurat

Menutup aurat… well, topic yang cukup menarik. Jujur saja awal mula berjilbab itu karena peraturan sekolah, ketika mengikuti pelajaran agama islam diharapkan menggunakan jilbab. Berlanjut ketika lulus berjanji pada kawan-kawan “Kuliah nanti pake jilbab yok”… dan seterunsnya semoga Allah meluruskan niatku…
Ada sebuah artikel diblog yang cukup menarik tentang menutup aurat. Di postkan oleh Abu Zahirah. semoga bermanfaat

judul aslinya: MENUTUP AURAT=RUGI
Posted by Abu Zahirah on Dec 31, '07 10:19 PM for everyone
Bismillah...
Hmm... judulnya agak kontroversial. Yah, kalimat itu aku dapat dari salah satu Guest Book saudara kita di MP. Beberapa waktu yang lalu aku sempat jalan2x menjelajah dan singgah di beberapa rumah saudara2x kita di MP. Seperti biasa pingin cari suguhan, atau sekedar silaturahim. Sampai akhirnya menemukan kalimat diatas “Menutup Aurat=Rugi, Pesantren kami tidak mengajarkan demikian”. Kaget juga sih awalnya, kog bisa tamunya nulis kayak gituan..?
Aku lihat si tamu pake ID sebuah pesantren di Jabar, dengan headshot gambar seorang wanita tanpa jilbab. Aku jadi penasaran, bener nggak ini? Atau hanya kerjaan oknum yang tidak bertanggung jawab?
Terlepas dari itu, saat ini aku tidak ingin ngebahas bener atau enggaknya sumber permasalahan diatas. Saat ini aku hanya ingin mengingatkan kembali kepada saudari2x kita “Ya Uhkti, siapa sih yang menyuruh Anti berjilbab..?”.
Afwan kalo tulisan ini lebih ditujukan buat Akhwat, tapi mungkin bermanfaat juga buat para Ikhwan. Afwan juga karna sebenarnya ini bukan merupakan kapasitas saya untuk ngebahasnya. Oleh karena itu saya hanya akan menukilkan beberapa dalil saja, tanpa pembahasan yang panjang.
Ya Ukhti... siapa sebenarnya yang menyuruhmu berjilbab?
Apakah orang tuamu...?
Apakah gurumu...?
Apakah suamimu...?
Apakah ustadzmu...?
Bukan..., bukan mereka semua ya Ukhti. Allah sendirilah yang telah memerintahkanmu untuk berjilbab. Allah yang telah menciptakanmu, Allah yang telah menjagamu, Allah juga yang telah memberimu banyak kenikmatan. Dia-lah yang telah menyuruhmu berjilbab.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang baik. Yang demikian itu adalah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al A’raf: 26)
Allah juga telah berfirman:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak–anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An Nuur: 31)
Dan juga firman-Nya:
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab: 59)
Demikianlah wahai saudariku, dari ketiga ayat diatas seharusnya sudah cukup bagi kita, seharusnya kita sudah bisa mengetahui bahwa Allah sendirilah yang telah menyuruh Anti untuk berjilbab. Allah yang telah menciptakanmu, maka kewajibanmu adalah mentaati setiap perintah-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang yang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘kami mendengar dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An Nuur: 51)
Wahai saudariku, panggilan itu telah ditujukan kepada Anti. Jika Anti adalah hamba yang taat, maka penuhilah panggilan tersebut.
Bukan maksud saya untuk menggurui, dan bukan pula maksud saya untuk mencaci. Jika dirasa tulisan ini bermanfaat, silahkan diambil, mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (Hadits Riwayat Bukhari dari Ibnu Umar)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa menyembunyikan ilmu, niscaya pada hari kiamat Allah memasang di mulutnya, kendali dari api naar.” (Hadits riwayat Ibnu Hibban dalam shahihnya)
Saya berlindung kepada Allah dari keburukan diri-diri kami, hawa nafsu kami dan dari keburukan amalan kami.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada beliau suri tauladan terbaik, Rasulullah Muhammad shalallahu ’alaihi wa sallam, beserta keluarga, shahabatnya dan pengikutnya hingga yaumil hisab.

dari blog:
  • mediagema.multiply.com: menutup aurat = rugi


    artikel dengan topik yang sama:
  • Menutup aurat jangan setenga-setengah karena wanita begitu indah
  • Menutup Aurat
  • PENTINGNYA TAZKIYATUN NAFS

    Tazkiayatun Nafs?? Itulah kalimat yang asing ditelinga saya. “Maksudnya apa?” adalah kalimat yang ada di benak saya. Kemudian carilah data tentang hal tersebut. Ada sabuah artikel dalam blog tersebut. Berikut adalah ulasannya:


    PENTINGNYA TAZKIYATUN NAFS
    Tazkiyah, secara bahasa (harfiah) berarti Tathahhur, maksudnya bersuci. Seperti yang terkandung dalam kata zakat, yang memiliki makna mengeluarkan sedekah berupa harta yang berarti tazkiyah (penyucian). Karena dengan mengeluarkan zakat, seseorang berarti telah menyucikan hartanya dari hak Allah yang wajib ia tunaikan.
    Salah satu tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam adalah untuk membimbing umat manusia dalam rangka membentuk jiwa yang suci. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
    "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata". (Al-Jumu'ah: 2).
    Dengan demikian, seseorang yang mengharapkan keridhaan Allah dan kebahagiaan abadi di hari akhir hendaknya benar-benar memberi perhatian khusus pada tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Ia harus berupaya agar jiwanya senantiasa berada dalam kondisi suci. Kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ke dunia ini tak lain adalah untuk menyucikan jiwa manusia. Ini sangat terlihat jelas pada jiwa para sahabat antara sebelum memeluk Islam dan sesudahnya. Sebelum mengenal Al-Islam jiwa mereka dalam keadaan kotor oleh debu-debu syirik, ashabiyah (fanatisme suku), dendam, iri, dengki dan sebagainya. Namun begitu telah disibghah (diwarnai) oleh syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW, mereka menjadi bersih, bertauhid, ikhlas, sabar, ridha, zuhud dan sebagainya.
    Keberuntungan dan kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia men-tazkiyah dirinya. Barangsiapa tekun membersihkan jiwanya maka sukseslah hidupnya. Sebaliknya yang mengotori jiwanya akan senantiasa merugi, gagal dalam hidup. Hal itu diperkuat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sumpahNya sebanyak sebelas kali berturut-turut, padahal dalam Al-Qur'an tidak dijumpai keterangan yang memuat sumpah Allah sebanyak itu secara berurutan. Marilah kita perhatikan firman Allah sebagai berikut:
    "Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan demi bulan apabila mengiringinya, dan malam bila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penciptaannya (yang sempurna), maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya".(Asy-Syams: 1-10).
    Dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa nantinya harta dan anak-anak tidak bermanfaat di akhirat. Tetapi yang bisa memberi manfaat adalah orang yang menghadap Allah dengan Qalbun Salim , yaitu hati yang bersih dan suci.
    Firman Allah:
    "yaitu di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". (Asy-Syu'araa':88-89).
    Hakekat Tazkiyatun Nafs
    Secara umum aktivitas tazkiyatun nafs mengarah pada dua kecenderungan, yaitu
    1. Membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, membuang seluruh penyakit hati.
    2. Menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji.
    Kedua hal itu harus berjalan seiring, tidak boleh hanya dikerjakan satu bagian kemudian meninggalkan bagian yang lain. Jiwa yang cuma dibersihkan dari sifat tercela saja, tanpa dibarengi dengan menghiasi dengan sifat-sifat kebaikan menjadi kurang lengkap dan tidak sempurna. Sebaliknya, sekedar menghiasi jiwa dengan sifat terpuji tanpa menumpas penyakit-penyakit hati, juga akan sangat ironis. Tidak wajar. Ibaratnya seperti sepasang pengantin, sebelum berhias dengan beragam hiasan, mereka harus mandi terlebih dahulu agar badannya bersih. Sangat buruk andaikata belum mandi (membersihkan kotoran-kotoran di badan) lantas begitu saja dirias. Hasilnya tentu sebuah pemandangan yang mungkin saja indah tetapi bila orang mendekat akan tercium bau tak sedap.
    Wasilah Tazkiyatun Nafs
    Wasilah (sarana) untuk men-tazkiyah jiwa tidak boleh keluar dari patokan-patokan syar'i yang telah ditetapkan Allah dan rasulNya. Seluruh wasilah tazkiyatun nafs adalah beragam ibadah dan amal-amal shalih yang telah disyariatkan di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Kita dilarang membuat wasilah-wasilah baru dalam menyucikan jiwa ini yang me-nyimpang dari arahan kedua sumber hukum Islam tersebut. Misalnya seperti yang dilakukan oleh beberapa penganut kejawen, dimana dalam membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs) mereka mela-kukan puasa pati geni (puasa terus menerus sehari semalam/wishal) sambil membaca sejumlah mantra. Ada lagi yang mensyariatkan mandi di tengah malam atau berendam di sungai selama beberapa waktu yang ditentukan. Cara-cara bid'ah semacam ini jelas tidak bisa dibenarkan dalam Islam.
    Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti shalat, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.
    Shalat misalnya, bila dikerjakan secara khusyu', ikhlas dan sesuai dengan syariat, niscaya akan menjadi pembersih jiwa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berikut:
    Abu Hurairah radhiyallaahu anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah n bersabda: "Bagaimanakah pendapat kamu kalau di muka pintu (rumah) salah satu dari kamu ada sebuah sungai, dan ia mandi daripadanya tiap hari lima kali, apakah masih ada tertinggal kotorannya? Jawab sahabat: Tidak. Sabda Nabi: "Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus dengannya dosa-dosa". (HR Al-Bukhari dan Muslim).
    Dari hadits di atas nampak sekali bahwa misi utama penegakan shalat adalah menyangkut tazkiyatun nafs. Artinya, dengan shalat secara benar (sesuai sunnah), ikhlas dan khusyu', jiwa akan menjadi bersih, yang digambarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam seperti mandi di sungai lima kali. Sebuah perumpamaan atas terhapusnya kotoran-kotoran dosa dari jiwa. Secara demikian, bisa kita bayangkan kalau ibadah shalat ini ditambah dengan shalat-shalat sunnah. Tentu nilai kebersihan jiwa yang diraih lebih banyak lagi.
    Demikian pula masalah shaum (puasa). Hakekat puasa yang paling dalam berada pada aspek tazkiyah. Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:
    "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum". (HR Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya).
    Dalam hadits yang lain disebutkan:
    "Adakalanya orang berpuasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga". (HR Ahmad).
    Ini menunjukkan betapa soal-soal tazkiyatun nafs benar-benar mewarnai dalam ibadah puasa, sehingga tanpa membuat-buat syariat baru sesungguhnya apa yang datang dari syariat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bila diresapi secara mendalam benar-benar telah mencukupi.
    Hal yang sama dijumpai pada ibadah qurban. Esensi utama qurban adalah ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berarti soal pembersihan jiwa dan bukan terbatas pada daging dan darah qurban.
    Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
    "Daging-daging dan darahnya itu, sekali-kali tidak dapat mencapai derajat (keridhaan) Allah, tetapi keaqwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya".(Al-Hajj: 37).
    Kalau diteliti lagi masih banyak sekali ibadah dalam syariat Islam yang muara akhirnya adalah pembersihan jiwa. Dengan mengikuti apa yang diajarkan syariat, niscaya seorang muslim telah mendapatkan tazkiyatun nafs. Contohnya adalah para sahabat Rasulullah n. Mereka adalah generasi yang paling dekat dengan zaman kenabian dan masih bersih pemahaman agamanya, karenanya mereka memiliki jiwa-jiwa yang suci lantaran ber-ittiba' pada sunnah Rasul dan tanpa menciptakan cara-cara bid'ah dalam tazkiyatun nafs. Mereka mendapatkan kesucian jiwa tanpa harus menjadi seorang sufi yang hidup dengan syariat yang aneh-aneh dan njlimet (rumit).
    Bagi seorang muslim, ia harus berupaya menggapai masalah tazkiyatun nafs dari serangkaian ibadah yang dikerjakannya. Artinya, ibadah yang dilakukan jangan hanya menjadi gerak-gerak fisik yang kosong dari ruh keimanan dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebaliknya, ibadah apapun yang kita kerjakan hendaknya juga bernuansa pembersihan jiwa. Dengan cara seperti inilah, insya Allah kita bisa mencapai keberuntungan.
    Wallahu' a'lam bis shawab. (Abu Abdul Haq).

    sumber:
    banglubis.com: PENTINGNYA TAZKIYATUN NAFS

    MENDULANG PAHALA Di BULAN PUASA

    Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Semua amalan anak adam dilipatgandakan. Satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali ipat. Allah berfirman, “Kecuali Puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan aku sendiri yang akan membalasnya. Yang demikian itu karena dia meninggalkan syahwat dan makan karena Aku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika berpuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasalebih baik disisi Allah dari bau misk. Dan puasa adalah perisai. Jika salah seorang diantarmu berpuaa mak janganlah ia berbuat keji dan berkata-kata kotor. Jika seseorang mencelamu dan memerangimu, maka katakanlah kepadanya: Sesungguhnya aku seseorang yang sedang berpuasa.” (Muttafaq ‘alaihi)

    Betapa agung hadist tersebut, menyebutkan berbagai amalan secara umum, kemudian amalan puasa secara khusus dan menyebutkan keutamaan, kekhususan, pahala yang segera diperoleh dan pahala yang dijanjikan. Diterangkan pula hikmah dan maksud puasa, serta perbuatan utama apa saja yang harus dilakukan ketika seseorang berpuasa. Semuanya sudah tercakup.

    Hadist ini menerangkan dasar umum, bahwa seluruh amal shalih, berupa perkataan atau perbuatan, lahir dan batin, baik yang berkaitan dengan hak-hak Allah taupun hak-hak para hamba- dilipatgandakan dari sepuluh kali hingga tujuh ratus kali, bahkan sampai tah terhingga. Semua ini menunjukkan keluasan karuania Allah, dan kebaikan-Nya terhadap para hamba yang beriman. Sedang satu pelanggaran dan penyimpangan dibalas dengansatu sanksi, sedangkan ampunan Allah diatas semua itu.

    Hati orang yang berpuasa penuh kegembiraan dan suka cita dengan amaln yang dikhususkan Allah untuk diri-Nya. Demikianlah karunia Allah dianugerahkan kepada siapa saja yang dikehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang agung.

    Berikut ini adab berpuasa dalam kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:

    1. Membiasakan diri bertakwa kepada Allah

    Dengan mengerjakan printah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sesuai dengan firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”[Al-Baqarah:183].

    Sesuai pula dengan sabda nabi, “Barang siapayang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan mengerjakan kedustaa, mala Allah tidak butuh amalannya dalam meninggalkan makanan dan minumannya”[HR Bukhari]

    2. Memperbanyak sedekah amal kebaikan, berbuat baik kepada orang lain

    sungguh Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, beliau menjadi lebih dermawan lagi di bulan ramadhan tatkala Jibril menjumpainya untuk bertadarus Al-Qur’an.”[HR Bukhari]

    3. Menjauhkan apa yang diharamkan Allah

    Berbohong, mencaci, menipu, khianat, melihat barang yang haram, serta perbuatan haram lainnya yang harus dijauhi oleh orang yang sedang berpuasa dan temen-temannya yang lain, tetapi bagi orang yang berpuasa lebih dikuatkan perintahnya.

    4. Makan sahur dan mengakhirinya

    Sesuai sabda nabi, “makan sahurlah kalian karena didalam sahur ada barokah”[HR Bukhari]

    5. Menyegerakan buka puasa bila telah tiba waktunya

    Berbuka puasalah dengan kurma basah (matang), jika tidak didapat boleh dengan kurma kering. Jika itupun tidak diperoleh maka dengan air.

    senantiasa orang banyak berada dalam kebaikan selagi menyegerakan berbuka puasa”[HR Bukhari]

    Demikianlah keagungan puasa ramadhan. Sekaranglah saaat untuk mengamalkannya, melaksanakn persiapan yang sudah dicanangkan dengan matang sehingga ramadhan bisa kita hidupkan dengan melaksanakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya, dari segi fiqh maupun nilai-nilai akhlaq yang terkandung di dalamnya dan aktifitas pendukungya.

    Sumber: SWARAQURAN Edisi No. 3 Th. 9/ Sya’ban 1430 H/ Agustus 2009/ hlm: 13-15